2.
Jelaskan hakikat bahasa dengan disertai pembuktian pada masing-masing cirinya!
a. Pengertian Hakikat Bahasa
Bahasa adalah
alat komunikasi bagi manusia. Masalah lain yang berkenaan dengan pengartian
bahasa ialah bilamana sebuah turunan disebut bahasa, yang berbeda dengan bahasa
lainnya, dan bilamana hanya dianggap sebagai varian dari suatu bahasa. Dua buah
turunan bisa disebut sebagai dua bahasa yang berbeda berdasarkan dua buah
patokan, yaitu patokan linguistik dan patokan politis. Secara linguistik dua
buah tuturan dianggap sebagai dua buah bahasa yang berbeda, kalau
anggota-anggota dari dua masyarakat tuturan itu tidak saling mengerti. Oleh
karena itu bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti, tidak ada
kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi “ rumitnya “ menentukan
suatu parole bahasa atau bukan, hanya
dialek saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini belum pernah ada angka yang
pasti berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini, begitu juga dengan jumlah
bahasa yang ada di Indonesia.
Di bawah ini
ciri atau sifat bahasa itu akan dibicarakan satu per satu secara singkat.
1. Bahasa sebagai sistem
Sebagai sebuah
sistem, bahasa itu sekaigus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan
sistematis, artinya, bahasa itu tersusun menurut suatu pola tidak tersusun
secara acak atau secara sembarangan. Sedangkan sistemis artinya, bahasa itu
bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem atau
sistem bawahan. Disini dapat disebutkan, antara lain, subsistem fonologi,
subsistem morfologi, subsistem sintaksis dan subsistem semantik. Tiap unsur
dalam setiap subsistem juga tersusun menurut aturan atau pola tertentu, yang
secara tertentu, maka subsistem itu pun tidak dapat berfungsi.
Contoh:
Ani pergi ke sekolah.
Dalam
tataran fonologi nya ada bunyi, misalnya saja pada kata Ani ada bunyi;[a].[n],[i].
Dalam
tataran morfologi nya ada kata Ani, kata pergi, kata depan ke, dan kata sekolah.
Dalam tataran sintaksis nya mejadi
sebuah kalimat Ani pergi ke pasar
.
2. Bahasa Sebagai Lambang
Kata lambang
sudah sering kita dengar dalam percakapan sehari-hari. Sebelum membicarakan
konsep bahasa sebagai lambang ada baiknya kita bicarakan dulu apa yang dimaksud
dengan istilah-istilah tersebut. Tanda, selain dipakai sebagai istilah generik
dari semua yang termasuk kajian semiotika juga sebagai salah satu dari unsur
spesifik kajian semiotika itu, adalah suatu atau sesuatu yang dapat menandai
atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan secara langsung dan
alamiah. Misalnya, kalau di kejauhan tampak ada asap membumbung tinggi, maka
kita tahu bahwa di sana pasti ada api, sebab asap merupakan tanda akan adanya
api itu. Tanda juga bisa menandai bekas kejadian. Lambang menandai sesuatu yang
lain secara konvesional, tidak secara alamiah dan langsung. Misalnya, kalau di
mulut gang atau jalan di Jakarta ada bendera kuning, maka kita akan tahu di
daerah itu atau di jalan itu ada orang meninggal.
Untuk memahami
lambang ini tidak ada jalan selain harus mempelajarinya.
Ferdinand de
Saussure tidak menggunakan istilah lambang atau simbol, melainkan istilah tanda (signe) atau tanda linguistik
(signe linguistique). Yang dimaksud dengan sinyal atau isyarat adalah tanda
yang disengaja yang dibuat oleh pemberi sinyal agar si penerima sinyal
melakukan sesuatu. Jadi, sinyal ini dapat dikatakan bersifat imperatif.
Gerak isyarat
atau gesture adalah tanda yang dilakukan dengan gerakan anggota badan, dan
tidak bersifat imperatif seperti pada sinyal.
Gejala atau
symptom adalah suatu tanda yang tidak disengaja. Yang dihasilkan tanpa maksud,
tetapi alamiah untuk menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Ikon adalah
tanda yang paling mudah di pahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang
diwakili.
Indeks adalah
tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain, sperti asapbyang menunjukkan
adanya api.
3. Bahasa Adalah Bunyi
Dari dua pasal
di atas telah disebutkan bahwa bahasa adalah sistem dan bahasa adalah lambang;
dan kini, bahasa adalah bunyi. Maka, seluruhnya dapat dikatakan, bahwa bahasa
adalah sistem lambang bunyi. Jadi, sistem bahasa itu berupa lambang yang
wujudnya berupa bunyi. Masalahnya sekarang adalah apakah yang dimaksud dengan
bunyi itu, dan apakah semua bunyi termasuk dalam lambang bahasa. Kata bunyi,
yang sering sukar dibedakan dengan kata suara sudah biasa kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari. Bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari
getaran gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan
udara. Bahwa hakikat bahasa adalah bunyi, atau bahasa lisan.
4. Bahasa Itu Bermakna
Dari
pasal-pasal terdahulu sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah sistem lambang
yang berwujud bunyi. Atau bunyi ujar. Sebagai lambang tentu ada yang
dilambangkan. Maka, yang dilambangkan itu adalah sebuah pengertian, suatu konsep,
suatu ide, atau suatu pikiran yang disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh
karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep,ide atau pikiran, maka
dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna. Lambang-lambang bunyi bahasa
yang bermakna itu di dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud
morfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan itu memiliki
makna. Namun, karena ada perbedaan tingkatnya, maka jenis maknanya pun tidak
sama. Karena bahasa itu bermakna, maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna
dapat disebut bukan bahasa.
5.
Bahasa Itu
Arbitrer
Kata arbitrer
bisa diartikan sewenang-wenang atau manasuka ataupun tidak tetap. Yang dimaksud
dengan istilah arbitrer itu adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang
bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud
oleh lambang tersebut. Ferdinand de saussure dalam dikatominya membedakan apa
yang dimaksud signifiant. Signifiant adalah lambang bunyi itu, sedangkan
signifie adalah konsep yang dikandung oleh signifant. Dalam peristilahan
Indonesia dewasa ini ada digunakan istilah penanda untuk lambang bunyi atau
signifant itu adalah istilah petanda untuk konsep yang dikandungnnya, atau
diwakili oleh penanda tersebut.
6.
Bahasa Itu
Konvensional
Meskipun
hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer,
tetapi pengguna lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Jad, kalau
kearbitreran bahasa terletak pada hubungan antara lambang-lambang bunyi dengan
konsep yang dilambngkannya, maka untuk menggunakan lambang itu sesuai dengan
konsep yang dilambngkannya.
7.
Bahasa Itu
Produktif
Kata produktif
adalah bentuk ejektif dan kata benda produksi. Arti produktif adalah banyak
hasilnya atau lebih tepatnya terus-menerus menghasilkan. Lalu, kalau bahasa itu
dikatakan produktif, maka maksudnya, meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas,
tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat
satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas. Umpamanya kalau kita ambil
fonem-fonem bahasa indonesi /a/,/i/,/k/, dan /t/ maka dari ke empat fonem itu
dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa.
Keproduktifan
bahasa Indonesia dapat juga dilihat pada jumlah kalimat yang dibuat.
Keproduktifan bahasa memang ada batasnya. Keterbatasan pada tingkat parole
adalah pada ketidaklaziman atau kebelumlaziman bentuk-bentuk yang dihasilkan.
Selain itu keproduktifan pembentukan kata dalam bahasa Indonesia dengan
afiks-afiks tertentu tampaknya juga dibatasi ciri-ciri inheren bentuk dasarnya,
yang sejauh ini belum dikaji orang.
8.
Bahasa Itu Unik
Unik artinya
mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Lalu,
kalau bahasa dikatakan bersifat unik, maka artinya, setiap bahasa mempunyai
ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lain. Keunikan yang menjadi
salah satu ciri bahasa ini terjadi pada masing-masing bahasa.
9.
Bahasa itu
Universal
Selain sifat
unik, yakni mempunyai sifat atau ciri masing-masing, bahasa itu juga berarti
universal. Artinya, ada ciri-ciri yang sama dimiliki oleh setiap bahasa yang
ada di dunia ini. Ciri-ciri universal ini tentunya merupakan unsur bahasa yang
paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa
itu berupa ajaran, maka ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah
bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
Universal kalau dilihat dari rumpun atau subrumpun sebagai satuan dan keunikan
kalau dilihat rumpun atau subrumpun lain. Kalau dimiliki oleh semua bahasa yang
ada di dunia ini baru bisa disebut universal.
10. Bahasa Itu dinamis
Bahasa adalah
satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan
gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya
dan bermasyarakat.
Perubahan
bahasa bisa terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis,
semantik, maupun leksikon.
Perubahan yang
paling jelas, dan paling banyak terjadi, adalah pada bidang leksikon dan
semantik. Perubahan dalam bahasa ini dapat juga bukan terjadi berupa
pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan
perubahan yang dialami masyarakat bahasa yang bersangkutan.
11. Bahasa Itu Bervariasi
Setiap bahasa
digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyrakat bahasa.
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari berbagai orang dengan
berbagai status sosial dan berbagai latar belakang budaya yang tidak sama.
Mengenai variasi bahasa ini ada tiga istilah yang perlu diketahui yaitu
idiolek, dialek, dan ragam.
Idiolek adalah
variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan.
Dialek adalah
variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu
tempat atau suatu waktu.
Ragam atau
ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dalam situasi, keadaan, atau
untuk keperluan tertentu.
12. Bahasa Itu Manusiawi
Bahasa itu
adalah sistem lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, bersifat
arbitrer, bermakna, dan produktif, maka dapat
dikatakan bahwa binatang tidak mempunyai bahasa. Bahwa binatang dapat
berkomunikasi dengan sesama jenisnya, bahkan juga dengan manusia, adalah memang
sesuatu kenyataan. Namun, alat komunikasinya tidaklah sama dengan alat
komunikasi manusia, yaitu bahasa.
Sebetulnya yang
membuat alat komunikasi manusia itu, yaitu bahasa, produktif, dan dinamis,
dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan
alat komunikasi binatang yang hanya itu-itu saja dan statis, tidak bapat
dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahaa itu
dan alat komunikasi binatang itu, melainkan pada perbedaan besar hakikat
manusia dan hakikat binatang.
Oleh karena it,
bisa disampaikan bahwa alat komunikas manusia yang namanya bahasa adalah
bersifat manusiawi, dalam arti hanya milik manusia dan hanya dapat digunakan
oleh manusia.
Jelaskan perbedaan dan bagaimanakah keterkaitan dikotomi
untuk istilah:
a). Dikotomi “Langue” dan “Parole”
Menurut Saussure, langue merupakan suatu fakta
sosial, seperti halnya bahasa nasional. Sehingga langue adalah system
kode yang diketahui oleh semua anggota masyarakat pemakai bahasa, seolah-olah
kode-kode tersebut telah disepakati bersama di masa lalu di antara pemakai
bahasa. Langue lebih bersifat abstrak. Sedangkan parole adalah
penggunaan bahasa secara individual. Secara implisit dapat dipahami bahwa langue
dan parole beroposisi, tetapi sekaligus juga saling bergantung.
Contoh : Hei kamu lho, wes maem ta? (parole)
Dalam struktur bahasa yang benar,
memang kalimat pada contoh tidak dibenarkan. Namun, dapat diketahui bahwa itu
adalah wujud konkret dari parole dan parole tersebut diketahui
merupakan gabungan dari beberapa langue (Langue Indonesia dan Langue
Jawa). Maka sistem yang berlaku dalam langue adalah hasil produksi dari parole,
sedangkan pengungkapan parole serta pemahamannya hanya mungkin
berdasarkan penelusuran langue sebagai sistem.
1.
Perbedaan
La Langue dan La Parole
La Langue adalah keseluruhan sistem tanda yang
berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat
bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan La Parole adalah
pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa;
sifatnya konkret karena parole itu tidak lain daripada realitas fisis yang
berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain.
2.
Kompetensi
dan performansi
Perbedaannya adalah kompetensi
bersifat abstrak, tidak dapat diamati karena terdapat dalam alam pikiran
manusia, sedangkan performansi produksi secara nyata dan dapat diamati. Keterkaitan
dikotomi untuk istilah kompetensi dan performansi adalah:
Noam Chomsky yang mempopulerkan istilah kompetensi dan performansi. Kompetensi mengacu pada kemampuan dasar tentang suatu system dan tidak dapat diamati. Kompetensi berbahasa dapat di nilai dan diamati melalui performansinya. Dikotomi sendiri adalah pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan seperti pernyataan diatas.
Noam Chomsky yang mempopulerkan istilah kompetensi dan performansi. Kompetensi mengacu pada kemampuan dasar tentang suatu system dan tidak dapat diamati. Kompetensi berbahasa dapat di nilai dan diamati melalui performansinya. Dikotomi sendiri adalah pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan seperti pernyataan diatas.
STRUKTUR DALAM DAN STRUKTUR LUAR
Struktur dalam (deep structure) merupakan struktur yang dianggap mendasari
kalimat dan mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi
sintaksis dan semantiknya. Sedangkan Struktur luar (surface structure) adalah
struktur yang tampak dalam tuturan nyata yang menggambarkan urutan bunyi, kata,
frasa, kalimat.
Yang berpandangan
dengan rasio ia mengatakan bahwa bahasa tidaklah di pelajari oleh anak-anak dan
tidak pula di ajarkan oleh ibu, melainkan tumbuh sendiri dari dalam diri
anak-anak itu sendiri…
Von Humboldt juga
sependapat dengan pandangan rasionalis yang mengatakan bahwa bahasa tidaklah
dipelajari oleh kanak-kanak dan tidak pula diajarkan oleh ibu-ibu, melainkan
tumbuh sendiri dari dalam diri kanak-kanak itu dengan cara yangh telah
ditentukan lebih dahulu (oleh alam) apabila keadaan-keadaan lingkungan yang
sesuai terdapat. Pandangan Von Humboldt yang tidak konsisten itu dapat
diperjelas oleh teori Chomsky.
Menurut Chomsky yang
sejalan dengan pandangan rasionalis, bahasa-bahasa yang ada di dunia adalah
sama (karena didasari oleh suatu system yang universal) hanyalah pada tingkat
dalamnya saja yang disebut struktur-dalam (deep structure). Pada tingkat luar
atau struktur-luar (surface structure) bahasa itu berbeda-beda. Pada tingkat
dalam bahasa itulah terdapat rumus-rumus tata bahasa yng mengatur proses-proses
untuk memungkinkan aspek-aspek kreatif bahasa bekerja. Menurut Chomsky, Inti
proses generatif bahasa (aspek kreatif) terletak pada tingkat dalam ini. Inti
proses generatif bahasa merupakan alat semantic untuk menciptakan
kalimat-kalimat baru yang tidak terbatas jumlahnya dan dinamai tata bahasa
generatif. Hipotesis nurani berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa
adalah sama. Struktur-dalam setiap bahasa bersifat otonom; dank arena itu tidak
ada hubungannya dengan system kognisi (pemikiran) pada umumnya; termasuk
keceerdasan.
4).
Coba jelaskan linguistik dan subdisiplinnya dalam 1000 kata
LINGUISTIK SEBAGAI ILMU
Linguistik adalah ilmu yang
mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.
Keilmiahan Linguistik
Disiplin linguistik itu
sekarang sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Tindakan tidak
spekulatif dalam kegiatan ilmiah berarti tindakan itu dalam menarik kesimpulan
atau teori harus didasarkan pada data empiris, yakni data yang nyata ada, yang
terdapat dari alam yang wujudnya dapat diobservasi. Linguistik sangat
mementingkan data empiris dalam melaksanakan penelitiannya. Itulah sebabnya,
bidang semantik tidak atau kurang mendapat perhatian dalam linguistik
strukturalis dulu karena makna, yang menjadi objek semantik, tidak dapat
diamati secara empiris. Kegiatan empiris biasanya bekerja secara induktif dan
deduktif dengan beruntun. Artinya, kegiatan itu dimulai dengan mengumpulkan
data empiris. Data empiris itu dianalisis dan diklasifikasikan.
Dalam ilmu logika atau ilmu
menalar selain adanya penalaran secara induktif ada juga penalaran secara
deduktif. Secara induktif, mula-mula dikumpulkan data-data khusus, lalu dari
data-data khusus ditarik kesimpulan umum. Secara deduktif adalah kebalikannya.
Artinya, suatu kesimpulan mengenai data khusus dilakukan berdasarkan kesimpulan
umum yang telah ada. Linguistik teoretis: mengadakan penyelidikan terhadap
bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar bahasa
untuk menemukan kaidah-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu.
Berdasarkan teori yang
digunakan dalam penyelidikan bahasa dikenal adanya linguistik tradisional,
linguistik struktural, linguistik transformasional, linguistik generatif
semantik, linguistik relasional dan linguistik sistemik. Bidang sejarah
linguistik ini berusaha menyelidiki perkembangan seluk beluk ilmu linguistik
itu sendiri dari masa ke masa, serta mempelajari pengaruh ilmu-ilmu lain, dan
pengaruh pelbagai pranata masyarakat terhadap linguistik sepanjang masa.
Karena luasnya cabang atau
bidang linguistik ini, maka jelas tak akan ada yang bisa menguasai semua cabang
atau bidang linguistik itu. Meskipun cabang atau bidang linguistik itu sangat
luas, yang dianggap inti dari ilmu linguistik itu hanyalah yang berkenaan dengan
struktur internal bahasa tsb.
Analisis Linguistik
Analisis linguistik
dilakukan terhadap bahasa, atau lebih tepat terhadap semua tataran tingkat
bahasa, yaitu fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur,
Sistem, dan Distribusi Bapak linguistik modern, Ferdinand de Saussure (1857 –
1913) dalam bukunya Course de Linguitique Generale (terbit pertama kali 1916,
terjemahannya dalam bahasa Indonesia terbit 1988). Yang dimaksud dengan relasi
sintagmatik adalah hubungan yang terdapat antara satuan bahasa di dalam kalimat
yang konkret tertentu. Louis Hjelmslev, seorang linguis Denmark, mengambil
alih konsep de Saussure itu, tetapi dengan sedikit perubahan. Beliau mengganti
istilah asosiatif dengan istilah paradigmatik. Hubungan paradigmatik tidak
hanya berlaku pada tataran morfologi saja, tetapi juga berlaku untuk semua
tataran bahasa.
Analisis Bawahan Langsung Adalah
suatu teknik dalam menganalisis unsur-unsur atau konstituen-konstituen yang
membangun suatu satuan bahasa, entah satuan kata, satuan frase, satuan klausa,
maupun satuan kalimat. Misalnya, satuan bahasa yang berupa kata dimakan. Analisis
Rangkaian Unsur dan Analisis Proses Unsur
Satuan-satuan bahasa dapat
pula dianalisis menurut teknik analisis rangkaian unsur dan analisis proses
unsur. Kedua cara ini bukan barang baru, sebab sudah dipersoalkan orang sejak
tahun empat puluhan.
Analisis rangkaian unsur
(Inggrisnya: item-and-arrangement) mengajarkan bahwa setiap satuan bahasa
dibentuk atau ditata dari unsur-unsur lain. Berbeda dengan analisis rangkaian
unsur, maka analisis proses unsur (bahasa Inggrisnya: item-and-process)
menganggap setiap satuan bahasa adalah merupakan hasil dari suatu proses
pembentukan.
Manfaat Linguistik
Setiap ilmu, berapapun
teoritisnya, tentu mempunyai manfaat praktis bagi kehidupan manusia. Begitu
juga dengan linguistik.
SUBDISIPLAN
LINGUISTIK
Setiap disiplan ilmu biasanya dibagi atas bidang-bidang
bawahan (subdisiplin) atau cabang-cabang berkenaan dengan adanya hubungan
disiplin dengan masalah-masalah lain. Misalnya ilmu kimia dibagi atas kimia
organik dan kimia anorganik. Pembagian atau percabangan itu diadakan tentunya
karena objek yang menjadi kajian disiplin ilmu itu sangat luas atau menjadi
luas karena perkembangan dunia ilmu.
Berdasarkan
objek kajiannya, apakah bahasa pada umumnya atau bahasa tertentu dapat
dibedakan adanya linguistik umum dan linguistik khusus
Linguistik umum adalah linguistick yang berusaha mengkaji kaidah-kaidah
bahasa secara umum. Sedangkan linguistik khusus berusaha mengkaji kaidah-kaidah
bahasa yang berlaku pada bahasa tertentu, seperti bahasa Inggris, bahasa
Indonesia, dan bahasa Jawa. Kajian umum dan khusus ini dapat dilakukan terhadap
keseluruhan sistem bahasa atau juga hanya pada satu tataran dari sistem bahasa
itu.
2.2.2
Berdasarkan objek kajiannya, apakah bahasa pada masa tertentu atau bahasa
sepanjang masa dapat dibedakan adanya linguistik sinkronik dan linguistik
diakronik
Linguistik sinkronik mengkaji bahasa
pada masa yang terbatas. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua
puluhan, bahasa Jawa dewasa ini, atau juga bahasa Inggris pada zaman William
Shakespare. Linguistik deskriptif, artinya mendeskripsikan bahasa secara apa
adanya pada suatu masa tertentu. Linguistik diakronik berupaya mengkaji bahasa
(atau bahasa-bahasa) pada masa yang tidak terbatas. Kajian linguistik diakronik
ini biasanya bersifat historis dan komparatif. Tujuan linguistik diakronik ini
terutama adalah untuk mengetahui sejarah struktural bahasa itu beserta dengan
segala bentuk perubhan dan perkembangannya. Pernyataan seperti “kata batu
berasal dari kata watu”adalah pernyataan yang bersifat diakronik.
Berdasarkan
objek kajiannya, apakah struktur internal bahasa atau bahasa itu dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa dibedakan adanya linguistik
mikro dan linguistik makro (Dalam kepustakaan lain disebut mikrolinguistik dan
makrolinguistik)
Linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada struktur
internal suatu bahasa tertentu atau struktur internal suatu bahasa pada
umumnya. Morfologi dan sintaksis dalam peristilahan tata bahasa tradisional
biasanya berada dalam satu bidang yaitu gramatika atau tata bahasa. Semantik
menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun
kontekstual.. Studi linguistik mikro ini sesungguhnya merupakan studi dasar
linguistik sebab yang dipelajari adalah struktur internal bahasa itu.
Berdasarkan
tujuannya, apakah penyelidikan linguistik itu semata-mata untuk merumuskan
teori ataukah untuk diterapankan dalam kehidupan sehari-hari bisa
dibedakan adanya linguistik teoretis dan linguistik terapan.
Linguistik teoretis berusaha mengadakan penyelidikan
terhadap bahasa atau bahasa-bahasa, atau juga terhadap hubungan bahasa dengan
faktor-faktor yang berada di luar bahasa hanya untuk menemukan kaidah
-kaidah yang berlaku dalam objek kajiannya itu. Berbeda dengan linguistik
terhadap bahasa atau bahasa atau hubungan bahasa dengan faktor-faktor di luar
bahasa untuk kepentingan memecahkan masalah-masalah praktis yang terdapat di
masyarakat.